Anda Pengunjung ke

Sabtu, 23 November 2013

Menunggu Solusi Kemacetan Kota Bandung : Harapan Kepada Walikota & Gubernur Baru

Kemacetan sudah melanda kota-kota besar di Indonesia tak terkecuali kota Bandung yang kita cintai ini. Beberapa ruas jalan macet tak bergerak antara lain di ruas Jl. Terusan Jakarta, Jl. Achmad Yani, Jl. AH. Nasution sampai Jl. Raya Cileunyi, Jl. Pahlawan, Jl. Moch. Toha dan lain-lain.

Kemacetan ini hampir terjadi setiap hari, terutama pada jam anak berangkat sekolah (dan berangkat kerja) serta diikuti pula pada sore hari saat usai jam kantor. Di hari libur, kemacetan juga masih terjadi, karena volume kendaraan dari luar kota Bandung memenuhi jalanan untuk keperluan wisata. Sehingga praktis warga Bandung jarang merasakan lengangnya jalanan kota Bandung. Kalaupun bisa leluasa berkendaraan, biasanya terjadi pada Hari Raya Idul Fitri dimana sebagian besar warga kota Bandung melakukan mudik.
Dan sebagaimana diketahui, karakteristik jalanan kota Bandung yang rata-rata sempit, tidak mampu menampung volume kendaraan bermotor. Hal ini akan diperparah oleh pedagang kaki lima yang ikut berjualan di ruas jalan dan akan adanya program mobil murah.

Kemacetan yang berlangsung terus menerus akan menyebabkan warga kota Bandung stress dan tersiksa. Karena persoalan macet ini kurang mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah. Nanti pada saatnya kota bertumbuh menjadi besar, barulah kita sadar bahwa kemacetan harus segera ditanggulangi.

Beberapa penyebab kemacetan di kota Bandung :  
  1. Pedagang kaki lima yang sulit diatur. Mereka menempatkan lapaknya di trotoar bahkan sampai memakan badan jalan. Mereka tidak peduli bahwa disana ada hak pejalan kaki yang seharusnya juga dihormati. Untuk diketahui, bahwa kota Bandung adalah kota yang paling ramah terhadap pedagang kaki lima. Beberapa waktu lalu sempat ditertibkan, namun kembali lagi saat petugas penertiban kendor dalam melakukan penertiban. Akan lebih kendor lagi, bila petugas tramtib menarik retribusi bagi pedagang. Karena penarikan retribusi dianggap legal dan sah oleh pedagang untuk melakukan aktivitasnya.
     
  2. Jalanan kota yang relatif kecil dan sempit. Bandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia. Beberapa kota di Indonesia, kalau membuat jalan langsung dalam ruas yang lebar. Banyak developer perumahan di kota Bandung tidak memikirkan membangun akses yang lebar. Mungkin hal ini disebabkan pembebasan lahan yang relatif mahal. Penulis berharap jalanan protokol kota Bandung, bisa selebar di Jl. Sukarno Hatta. Sehingga menampung cukup banyak kendaraan. Kalaupun jalanan selebar Jl. Sukarno Hatta sulit dibuat, minimal ada jalan alternatif yang cukup guna melewatkan kendaraan.
     
  3. Volume kendaraan yang terus meningkat setiap tahun. Banyak kelas menengah baru membeli kendaraan bermotor, baik roda 4 maupun roda 2 walaupun pajak kendaraan bermotor dinaikkan tiap tahun. Hal ini diperparah oleh kebijakan pemerintah dengan program mobil murah.
     
  4. Penambahan siswa dan mahasiswa setiap tahun. Hal ini terjadi karena kota Bandung memiliki perguruan tinggi yang cukup ternama sehingga calon-calon mahasiswa dari luar kota berlomba-lomba kuliah di Bandung. Mereka (calon mahasiswa) datang tentunya ada yang menggunakan transportasi publik dan ada yang membawa kendaraan bermotornya sendiri.
     
  5. Sistem transportasi publik yang belum memadai. Karenanya, warga kota Bandung berlomba-lomba untuk membeli kendaraan sendiri untuk aktivitasnya sehari-hari. Seandainya sistem transportasi publiknya aman, nyaman, murah dan tepat waktu, penulis berkeyakinan para pengendara kendaraan bermotor akan berpindah ke transportasi publik. Saat ini warga Bandung hanya dilayani oleh angkot yang kalau nge-tem seenak perut supirnya. Ada juga Trans Metro Bandung (TMB) yang cukup nyaman, hanya tidak mampu menjangkau pusat aktivitas warga dan kalau terkena macet, maka TMB-pun ikut bermacet-macet ria. Bandingkan dengan busway Trans Jakarta. 

Berkaca dari apa yang terjadi di kota Jakarta saat ini, menyolusikan kemacetan memerlukan tindakan tegas dan biaya yang relatif mahal. Bila penanganannya terlambat, maka penanggulangannyapun memerlukan waktu. Dan tidak cukup 1 periode jabatan Gubernur/Walikota.

Apa yang dilakukan Gubernur & Wagub DKI Jakarta untuk menanggulangi kemacetan saat ini, belum membawa hasil yang memuaskan bagi warganya. Lihatlah foto-foto berikut yang diambil tanggal 19 Nopember 2013 jam 18.30 wib di sekitar Jembatan Semanggi. Padahal masa jabatan Gubernur & Wagub DKI sudah berlangsung hampir 1 tahun. Jelaslah, bila penanganan kemacetan tidak segera disolusikan akan memperparah keadaan.



Tulisan ini dibuat karena kebetulan Walikota Bandung orang baru dan Gubernurnya-pun baru dilantik. Apalagi keduanya berasal dari partai yang sama. Pola pikir yang ada dalam benak penulis, koordinasi vertikal antara walikota dan gubernur menjadi lebih mudah. Harapannya, kemacetan di kota Bandung dapat ditanggulangi dan tidak berlarut-larut. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar